Kamis, 15 Desember 2011

Citra Pegawai Negeri dan Birokrasi Perlu Dibenahi

Hari ini dalam mata kuliah Etika Profesi dibahas mengenai Mal-Administrasi yang seringkali terjadi dalam dunia kerja terkait dengan pelayanan publik. Tentu ini sangat erat hubungannya dengan dunia kerja yang bakal saya hadapi nanti. Kebetulan saya sekarang bersekolah di salah satu perguruan tinggi kedinasan di bawah naungan salah satu kementerian bergengsi negeri ini. Ya, saat lulus nanti saya akan menyandang predikat profesi sebagai ahli madya yang akan ditempatkan di instansi kepemerintahan atau biar gampang sebut saja saya calon PNS. PNS sendiri merupakan salah satu profesi yang akan banyak melakukan kontak dengan masyarakat karena hakikat daripada PNS itu sendiri adalah public servant. Hm, profesi yang cukup terhormat dong ya. Seneng kan kalau bisa membantu dan melayani masyarakat secara baik, mengabdikan diri untuk masyarakat? Dan karena itu juga lah tanggung jawab yang disandang oleh pegawai publik ini juga cukup besar ternyata.

Jadi, tadi itu sama bapak dosen kami ditugaskan secara berkelompok mengidentifikasi contoh nyata dari mal-administrasi yang terjadi dalam birokrasi pelayanan publik. Mal-administrasi sendiri digolongkan ke dalam 8 hal yang dapat saya tuliskan sebagai berikut.

  1. Ketidakjujuran; ini boleh dibilang sudah sering kita jumpai di dalam pelayanan administrasi di instansi kepemerintahan. Contoh sederhananya adalah adanya pungutan liar (pungli). Coba deh, kebanyakan pasti mengeluhkan atau mengalami sendiri saat membuat KTP, yang katanya bisa gratis tapi tetep aja dimintain 'biaya administrasi' -terlepas dari kebijakan kantor/instansinya sih.
  2. Perilaku Tercela; merupakan tindakan para oknum pelayan publik yang tak hanya merusak nama baiknya secara pribadi tetapi juga mencederai lembaga yang menaunginya serta merugikan banyak pihak yang tak lain adalah masyarakat itu sendiri, apalagi kalau bukan Korupsi. Menengok berita di media massa yang banyak beredar, jujur jadi ngeri juga ngebayanginnya Semoga nanti Tuhan melindungi dan menjauhkan saya dari hal-hal semacam itu, Amin.
  3. Pangabaian dan Pelanggaran Hukum; tak sedikit dari mereka meninggalkan meja kerja di saat seharusnya mencurahkan tenaga dan pikirannya di kantor. Terkecuali bila memang ada surat tugas luar kantor, banyak keluhan dari masyarakat yang mempertanyakan bagaimana bisa para pegawai yang masih mengenakan seragam kerjanya ini berada di ruang publik pada jam kantor dan melakukan hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan mereka. Belum lagi pegawai yang tanpa rasa bersalah menambah waktu liburnya sendiri dan mengabaikan tugasnya di kantor. Atau hal kecil yang mungkin sudah sangat biasa terjadi, terlambat, namun masih saja diulangi kesalahan itu. Rupanya sistem potong gaji tak cukup membuat jera.
  4. Favoritism; kalau seorang ibu punya anak kesayangan boleh dong, tapi bagaimana pun juga kasih sayang ibu sama ratanya kok ke semua anak-anaknya. Hubungan kekerabatan terkadang menghilangkan sikap objektif yang juga menjadikan seorang palayan publik lebih mengedepankan pelayanan untuk kerabatnya. Jadilah yang merasa keluarganya bekerja di kepemerintahan sering kali meminta bantuan untuk 'dimudahkan' urusannya.
  5. Tidak Adil; tak jauh beda dengan poin sebelumnya, ketidakadilan ini biasanya secara nyata dapat kita jumpai, hanya saja ini lebih kepada 'ada duit semua jadi lebih mudah'. Coba saja iseng bikin passport ke kantor imigrasi terdekat. Nah rata-rata orang yang mengurus administrasi untuk pembuatan tanda identitas internasional ini lebih memilih menggunakan jasa calo/biro jasa semacamnya yang memakan biaya hampir dua kali lipat dari biaya normal kalau kita mengurus sendiri. Tak ingin memungkiri, saya pribadi mengaku menggunakan jasa ini karena kebanyakan cerita dari teman ataupun testimonial orang-orang menyebutkan bahwa mengurus sendiri bakal ribet, memakan waktu, harus bolak-balik ke imigrasi, udah gitu antrinya lama. Benar saja, melalui biro jasa, Anda tinggal datang sekali, foto biometrik, dan wawancara; voila! paspor itu akan tiba dengan sendirinya ke tangan Anda. -ini lebih kepada berbagi pengalaman aja ya, tidak ada maksud untuk merekomendasikan penggunaan biro jasa.
  6. Pemborosan dan Penggelapan Dana; meskipun telah diterapkan anggaran berbasis kinerja namun masih saja ada celah bagi oknum tertentu untuk melakukan penggelapan dana. Misalnya, pelaporan nilai belanja yang lebih tinggi dari harga pasaran rata-rata (mark up), atau bisa juga memanipulasi pembiayaan suatu proyek sehingga harga mahal yang dibayarkan sering kali tak sesuai dengan standar dan kualitas yang ada.
  7. Menutupi Kesalahan; poin ini mengingatkan saya akan pelayan yang saya peroleh di sebuah tempat hiburan keluarga (swasta) di mana seorang karyawan yang keukeuh pada pernyataannya bahwa saya bersalah, padahal karyawan yang lain menyatakan dengan segala keyakinannya kalau bukan saya yang seharusnya disalahkan. Mungkin hal semacam itulah yang bisa saja menimpa Anda dalam pelayanan administrasi tertentu, menjumpai seorang pegawai yang tak mau dipersalahkan dan malah melimpahkannya pada orang lain atau memojokkan Anda.
  8. Kegagalan Berinisiatif; dari keterangan yang diberikan dosen ini lebih merujuk pada tidak adanya inisiatif dari seorang pegawai pelayan masyarakat untuk meningkatkan kinerjanya menjadi lebih baik lagi.

pemberitaan mengenai pegawai publik yang terjaring razia
 

Hal-hal tersebut di atas merupakan materi yang dapat saya tangkap dari diskusi kelas kala itu. Perlu saya sampaikan lagi, bahwa identifikasi itu bukan merujuk pada satu profesi tertentu melainkan pada profesi sebagai pelayan publik secara umum. Namun dari banyaknya contoh-contoh yang disampaikan oleh teman-teman, ada satu hal yang cukup mendapat perhatian lebih dari saya yaitu tentang citra pelayanan dari aparatur negara yang sudah semestinya mempunyai semangat untuk melindungi, melayani dan mengayomi masyarakat.

Contoh pelanggaran lalu lintas dan penyelesaiannya secara 'kekeluargaan' atas bukti pelanggaran yang terjadi menjadi identifikasi sederhana atas kedelapan poin mal-administrasi tersebut. Anda tentu sudah dapat menebak profesi yang saya maksud tanpa perlu lagi saya sebut.

Jujur, saya sempat merasa sedikit terganggu dengan rusaknya citra salah satu profesi pengakan hukum dan keadilan di negeri ini. Terlebih, ayah saya sendiri merupakan bagian dari keluarga besar kesatuan profesi ini. Namun saya tahu pasti, ayah saya bukan salah satu dari oknum itu. Boleh ditanyakan ke rekan kerja ayah saya kalau tidak percaya. Karena saya tahu ayah saya itulah, jadi ketika orang mencibir dan berkomentar tidak enak atas profesi itu saya sebenarnya sedikit geregetan juga jadinya. Seolah ingin meneriakkan bahwa tidak semua orang dengan profesi itu akan selalu bertindak macam itu.

Sering juga pas nonton TV bareng teman-teman yang kebetulan memberitakan mengenai kasus yang mencoreng citra profesi itu, mereka turut berkomentar ini itu seolah mengamini pemberitaan yang makin menyudutkan citra profesi itu. Saya cuma bisa nyengir tanpa ada komentar apapun. Bahkan saya bersyukur ketika teman-teman tidak tahu profesi ayah saya itu. Tak jarang juga di hampir mata pelajaran apa pun, masih sering saja disinggung-singgung isu semacam itu. Lagi-lagi saya hanya bisa memasang muka datar, menahan rasa. Tidak, saya tidak marah. Hanya bingung saja harus bagaimana. Toh kalaupun saya membela diri belum tentu pada percaya.

Saat saya ada kesempatan berdiskusi dengan ayah saya mengenai hal ini, ayah memberitahu bahwa profesinya itu adalah profesi yang langsung bersentuhan dengan masyarakat, sehingga ketika kepercayaan masyarakat itu dicederai oleh oknum tertentu, maka runtuhlah citra profesinya itu. Layaknya peribahasa, sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak kan percaya.

Sebagaimanapun upaya untuk memperbaiki citranya, orang masih akan tetap memandang sebelah mata profesi itu. Saya pun sudah kebal akan komentar pedas mereka dan hanya bisa mendoa untuk kebaikan bagi bangsa ini.

Bercermin dari profesi 'sebelah', jadi apa kabar profesi yang akan saya geluti nanti? Hm, mengusahakan yang terbaik yang bisa dan menyerahkan hasilnya pada Tuhan saja.


Alhamdulillah dari keterangan beberapa dosen yang mengajar, di instansi tempat saya bernaung nantinya sudah mengalami banyak perubahan ke arah yang lebih baik tentunya. Reformasi birokrasi yang diusung sudah cukup baik dijalankan, ya meskipun masih ada saja 'budaya lama' yang masih melegenda.



Intinya, bagi seorang pegawai pelayan publik hendaknya dapat melaksanakan profesionalitasnya secara baik dengan berpegang teguh pada kode etik profesi yang ada. Memang tak semudah membalikkan telapak tangan, namun jika benar diniati dari hati dan gunakan logika sederhana 'kita akan menuai apa yang kita tanam' maka mari memulai dari sendiri, dari hal-hal kecil, dan siapa tahu akan membawa dampak besar bagi perubahan birokrasi dan citra profesi kita. Idealis perlu, namun tak harus memaksakan apa yang menjadi prisip/pemikiran kita. Perbaikan 'dari dalam' sangat diperlukan. Jadi, pinter-pinternya kita menempatkan diri. Yakinlah akan ada masanya kesempatan kita untuk mengubah citra yang ada untuk menjadi lebih baik lagi, mengembalikan kepercayaan masyarakat menjadi pegawai publik yang berintegritas.

Bagi masyarakat juga, semoga bisa lebih kooperatif dengan para pegawai publik. Bisa memahami dan memaklumi profesi. Misalnya saja, cobalah sejenak tengok bapak-bapak yang mengawasi lalu lintas di jalanan. Betapa beratnya tugas mereka, dibawah teriknya matahari harus mengatur padatnya lalu lintas dengan tekanan dan resiko pekerjaan yang cukup besar. Jadi, kalau kita sebagai pengguna jalan yang baik, ayolah kita patuhi tata tertib yang ada, biar tidak melanggar dan mendapat tindakan tegas dari bapak-bapak itu tadi. Kalaupun harus dikenai bukti pelanggaran, coba usahakan selesaikan secara hukum, bukan 'kekeluargaan' lagi. Sekali-kali boleh dong mampir ikutan sidang, percaya deh, jauh lebih murah dendanya, dan pengalaman yang didapat pasti bisa jadi cerita berharga. Birokrasi kita mungkin secara umum boleh dikatakan cukup panjang prosedurnya. Dengan peran serta masyarakat yang aktif memberikan saran/masukan, tentu pemerintah akan terus berbenah sehingga birokrasi kita jadi lebih mudah.

Pegawai publik mengabdikan diri bagi masyarakat. Masyarakat dapat turut serta aktif dan kooperatif terhadap kinerja pegawai publik. Jika kedua belah pihak dapat saling memberikan timbal balik positif, maka akan mendatangkan kebaikan bagi keduanya. Profesionalisme tercapai, kepercayaan masyarakat terpenuhi.

Senin, 28 November 2011

Kepedulian vs Keadilan

Dikatakan manusia adalah zoon politicon yang berarti mahluk yang hidup secara berkelompok. Oleh sebab itu sudah sewajarnya bila manusia peduli satu sama lain. Namun kepedulian seringkali berbenturan dengan aspek keadilan. Nah lalu bagaimana seharusnya kita menyikapi hal semacam itu?



Coba kita tengok sebentar tentang teori Etika. Etika merupakan sumber dari standar dan penilaian moral. Nilai-nilai kehidupan lahir dari sini. Jadi setiap tindakan akan memiliki nilai yang mengacu pada etika ini. Suatu tindakan bukan didasarkan atas konsekuensi yang timbul, tetapi karena sifat atau hakikat dari perbuatan itu sendiri.

Etika mengandung unsur objektivitas dan ketidakberpihakan yang pada kenyataannya harus dikesampingkan terlebih ketika menyangkut hubungan kekeluargaan. Ya, karena rasa kepedulian yang begitu besar terhadap keluarga tak jarang mendorong seseorang untuk berlaku subjektif. Inilah ketika kepedulian tak sejalan dengan keadilan.

Kita sebagai manusia yang dibekali akal pikiran tentunya dapat memanfaatkan karunia Tuhan itu untuk tahu bagaimana menyikapi hal tersebut. Memang belum ada patokan yang jelas tentang pemecahan konflik seperti itu. Tapi menurut saya, setiap tindakan hendaknya dapat dipertimbangkan secara matang sebelum melakukannya. Setiap tindakan memiliki konsekuensi, bisa baik bisa buruk. Etika masih setia menjadi tendensi penilaian publik atas setiap tindakan yang diambil. Dan ketika tindakan bentuk kepedulian kita terhadap sesama ternyata dirasa bertentangan dengan keadilan yang ada, kembalilah kepada prinsip mana yang lebih penting dan menurut Anda itulah pilihan yang paling bijaksana. Meskipun pilihan Anda itu bisa jadi dinilai kurang sesuai oleh pihak lain, ya Anda tentu harus sudah siap dengan segala konsekuensi yang akan Anda terima atas pilihan Anda itu sendiri.

hold on to principle, be wise with it!

Selasa, 11 Oktober 2011

Profesionalitas Pegawai Negeri (versi saya)

Setelah pada postingan sebelumnya diuraikan mengenai profesionalisme dalam pelayanan publik, berikut pendapat saya terkait profesionalitas pegawai negeri dalam melayani publik.
Pegawai negeri merupakan profesi yang cukup berdedikasi di mata saya mengingat lingkungan pekerjaannya yang berkaitan dengan pelayanan publik. Dalam pelayanan publik inilah seorang pegawai negeri dituntut untuk dapat berkinerja secara profesional. Profesional yang seperti apa yang harus dimiliki oleh seorang pegawai negeri?
Kenyataannya, citra pegawai negeri jauh dari kata profesinal. Layaknya telah kehilangan integritasnya, masyarakat seringkali menghujat profesi ini. Bahkan, tak sedikit yang mengaitkannya dengan tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme. Birokrasi yang lekat dengan bidang layanan publik ini pun dirasa sangat rumit dan bertele-tele hingga tak heran banyak warga yang lebih memilih menggunakan jasa calo untuk mempercepat suatu proses adminstrasi tertentu. Namun anehnya, profesi ini masih menjadi favorit bangsa ini. Mungkin kerangka pikir masyarakat Indonesia yang telah terdoktrin untuk mengarahkan anak-anaknya menjadi seorang aparatur negara hanya karena adanya santunan biaya hidup saat pensiun dari pekerjaan ini.
Profesi yang bersentuhan langsung dengan masyarakat seperti pegawai negeri ini memang cukup membutuhkan komitmen yang tinggi. Ya, karena bersentuhan langsung dengan masyrakat inilah seorang pegawai negeri hendaknya dapat melayani masyarakat secara prima meskipun sedikit masyarakat yang memberikan feed back positif dan siap untuk menerima celaan ketika dinilai gagal menjalankan tugasnya sebagai public servant.
seorang pegawai negeri sipil terjaring razia

Menurut saya, profesionalitas pegawai negeri adalah pelayanan prima bagi masyarakat di mana masyarakat akan merasa sangat terbantu dan terlayani dengan baik. Nah, bagi pegawai negeri itu sendiri cerminan profesionalitasnya tidak terbatas pada keahlian yang dimiliki sesuai bidangnya, melainkan juga harus menjunjung tinggi kedisiplinan sebagai kunci meraih kesuksesan dalam bidang pelayanan publik. Kedisiplinan menjadi hal yang sangat krusial sekarang ini. Sebagaimana publik ketahui, adalah hal biasa ketika menjumpai beberapa pegawai negeri yang melenggang di ruang publik pada jam-jam kerja. Hal semacam inilah yang dapat merusak citra pegawai negeri dan menjauhkannya dari etika profesionalitas dalam bekerja.
Profesionalitas dalam dunia kerja menurut saya dapat dipengaruhi beberapa hal, di antaranya:
1.       Sistem; secara tidak langsung kinerja seseorang akan dipengaruhi oleh sistem. Ketika seseorang bekerja dalam sebuah sistem yang tidak sehat atau kurang mendukung bagi dirinya untuk berkembang, maka seringkali kinerjanya pun akan menurun. Misalnya saja, besarnya jumlah penerimaan pegawai negeri yang berakibat pada ketidakefektifan pekerjaan sehingga beberapa pegawai menganggur, tentu akan menyebabkan menurunnya kinerja pegawai yang menganggur itu. Akhirnya mereka justru lebih banyak bermain game daripada melakukan pekerjaan pokoknya.
2.       Lingkungan; secara psikologis memang pengaruh lingkungan membawa dampak cukup besar dalam diri seseorang. Lingkungan kerja yang kurang kondusif bisa saja menurunkan tingkat kinerjanya. Bisa saja rekan-rekan sekantornya yang kebetulan adalah sekelompok orang yang menyepelekan pekerjaan, tidak menutup kemungkinan sifat itu akan menular.
3.       Diri sendiri; sebenarnya diri kita lah yang mengetahui siapa kita dan bagaimana kita seharusnya berperilaku. Profesionalitas tentu tak begitu saja dimiliki oleh seseorang. Adanya dorongan dalam diri untuk dapat bekerja secara profesionalitas sebagai bentuk aktualisasi diri demi sebuah integritas. Tentu seorang pegawai ingin karirnya dapat terus meningkat. Untuk itu dibutuhkan sebuah integritas. Integritas dapat lahir bila kinerja kita dapat dinilai baik dan berkualitas tinggi. Nah, apalagi bagi seorang pegawai negeri yang nyata-nyata berhadapan dengan publik dalam pekerjaannya, maka dibutuhkan komitmen lebih untuk dapat bekerja secara profesional mengingat tantangan yang akan dihadapi juga begitu besar.

bermain game saat seharusnya bekerja
 
Nah, seorang profesional menurut saya tentu akan dapat menyikapi 3 hal yang cukup berpengaruh terhadap kinerjanya tersebut secara bijak. Sekarang beberapa kementerian telah mengusahakan reformasi birokrasi dalam lingkungan kerjanya juga usaha lain melalui pengadaan diklat/pelatihan kerja. Peraturan di kantor pun kian diperketat untuk meningkatkan kedisiplinan pegawai. Seorang profesional tentunya akan menyikapinya secara positif dan lebih semangat lagi dalam bekerja.
Hal lain yang mungkin turut juga berpengaruh adalah penilaian masyarakat terhadap profesi pegawai negeri ini. Melalui tulisan ini, saya pun berharap kepada masyarakat untuk turut serta membantu peningkatan kinerja para abdi masyarakat ini dengan memberikan feedback yang baik dengan cara lebih menghargai para pegawai dan mengikuti prosedur birokrasi yang ada. Dengan demikian, saya pribadi berharap baik pegawai negeri dan masyarakat dapat saling melayani dan terlayani dengan baik yang pada akhirnya dapat merangsang peningkatan kinerja pegawai itu sendiri.
Tolak ukur profesionalitas seorang pegawai negeri mungkin tidak dapat secara langsung merujuk pada satu hal tertentu. Namun dari sebuah kinerja yang memiliki kualifikasi tinggi akan menghasilkan sesuatu yang baik bukan? Minimal, masyarakat merasa puas atas pelayanan yang didapatnya.

Minggu, 09 Oktober 2011

Profesionalisme dalam Pelayanan Publik


Menurut pasal 4 ayat 1 Undang-Undang nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 17 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dijelaskan bahwa pegawai negeri adalah unsur aparatur negara yanag bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan. Jika dilihat dari pengertian tersebut, maka tak heran bila kerap kali profesi pegawai negeri dikaitkan dengan profesionalitas dan etika. Profesionalitas merujuk pada kompetensi teknis pekerjaan itu sendiri yang menuntut hasil dengan standar tinggi. Sedangkan etika lebih kepada kualifikasi perilaku moral bagi pegawai pelayan publik. Urgensi kedua hal tersebut adalah untuk menjamin bahwa kebijakan-kebijakan publik diimplementasikan dan menjadi realitas.
Untuk itu bagi Anda yang berkarir di bidang pelayanan publik atau birokrasi hendaknya memperhatikan hal berikut.
·         Mempelajari dan menguasai pekerjaan Anda di bidang administrasi publik;
·         Menjadi pakar di bidang spesialisasi yang Anda pilih;
·         Menjadi teladan dalam berperilaku;
·         Memelihara pengetahuan dan keterampilan pada tingkat yang tinggi, menghindari benturan kepentingan dengan menempatkan nilai pengabdian kepada kepentingan publik di atas kepentingan pribadi;
·         Mendisiplinkan pelaku kesalahan dan anggota lainnya yang diyakini merusak reputasi profesi;
·         Mengungkapkan kecurangan dan malpraktik;
·         Secara umum meningkatkan kemampuan Anda melalui berbagai upaya pengembangan diri, termasuk penelitian, percobaan dan inovasi.
Profesionalisme dalam pelayanan publik memang membutuhkan komitmen yang tinggi mengingat perilaku pelayan publik adalah terbuka sepanjang waktu dan menjadi sasaran penilaian publik jika seorang pelayan publik gagal menjalankan tugasnya. Oleh sebab itu, sebagai pegawai negeri yang bekecimpung dalam pelayanan publik sudah sepantasnya menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalisme yang bersesuaian dengan nilai-nilai etika sebagai acuan perilaku dalam melayani publik.
1.       Memberikan Manfaat Publik
Tujuan sosial yang harus dipenuhi meniadakan dorongan untuk mementingkan diri sendiridan memperkaya birokrasi serta berusaha menjauhakan diri dari tindakan yang merugikan dan harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan universal seperti kebebasan HAM.
2.       Menegakkan Aturan Hukum
Aturan hukum memberikan perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan dan jabatan juga merupakan prinsip pertama pemerintahan yang demokratis.
3.       Menjamin Adanya Tanggung Jawab dan Akuntabilitas Publik
Nilai ini menuntut pegawai negeri untuk menjadi pelindung kepentingan publik, bersikap jujur, selalu memutakhirkan informasi dan tanggap.
4.       Menjadi Teladan
Profesional dalam pelayanan publik berarti memiliki komitmen pengabdian terhadap publik, pelaksana yang baik, memajukan kepentingan public dan memperbaiki kondisi kehidupan tanpa mengharap imbalan.
5.       Meningkatkan Kinerja
Profesional di lingkungan pelayanan publik (birokrasi) mungkin kurang memiliki otonomi dan independensi, namun demikian Anda harus selalu berusaha meningkatkan kinerja Anda dalam berbagai bidang tanggung jawab.
6.       Memajukan Demokrasi
Profesional di lingkungan pelayanan publik harus mengadopsi sejumlah nilai baru yang beberapa di antaranya mungkin berbenturan dan memerlukan priorotisasi.
Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, pegawai negeri juga dituntut untuk berpegang pada netralitas birokrasi, artinya birokrasi memberikan pelayanan berdasarkan profesionalisme, bukan berdasarkan kepentingan politik. Birokrasi yang netral, tidak memihak dan objektif diperlukan agar pelayanan dapat diberikan kepada seluruh masyarakat tanpa memihak pada pihak tertentu.
 
Disadur dari “Etika, Profesi Akuntansi, Bisnis, dan Pelayanan Publik” - Kusmanadji